Ini adalah edisi terakhir dari judul yang sama *udah capek nginget2nya siy* hehehe
DI TEMANGGUNG
Melintas kabupaten Temanggung, tepat saat adzan Maghrib berkumandang, maka kami pun segera berhenti di masjid besar (lupa namanya niy) dan melaksanakan sholat Maghrib berjamaah. Alhamdulillah, masih bisa sholat di masjid sebesar ini gumam saya. Dan segera kami benahi mukena untuk melanjutkan perjalanan, karena hari makin gelap. Tapi, baru saja kami hendak melangkah keluar, tiba-tiba rombongan wanita yang entah dari mana asalnya itu langsung menubruk kami dan mak brul (maksudnya berondongan gitu) lewat dengan santainya tanpa memberi kami kesempatan untuk lewat terlebih dahulu. Walhasil, kami pun ketawa geli karena ekspresi mereka yang ”sok tidak bersalah” karena telah menghalangi langkah kami. Bayangkan puluhan wanita seusia Ibu saya, dengan langkah pasti, brul-brul masuk ke masjid tanpa melihat ada orang di depannya, langsung mengambil posisi ”maju terus pantang mundur” dan siap tempur menjadikan suasana gemuruh senja itu. Saya dan adik saya serta Ibu cuma bisa bengong sambil larak lirik mencari jalan keluar.
Bukan cuma itu saja yang terjadi, ternyata setelah kami berhasil keluar dari masjid, kehebohan lain masih kami temui. Kali ini terjadi kekacauan saat kami hendak memakai sandal, karena fyuhhhhhhhhhh, susah amat ya buat meraih sandal gara-gara masih banyak rombongan wanita-wanita itu yang ngantri buat masuk ke tempat wudhlu dan posisi mereka benar-benar menghalangi letak sandal-sandal kami. Yang ada, kami juga berusaha menerobos kerumunan mereka sambil jongkok keukeuh mencari-cari di sela-sela kaki hihihihihi geli lho, melihat kelakuan gak jelas mereka dan kami waktu itu, sama-sama ngotot tapi gak tahu ngototin apa.
Akhirnya, adik saya berhasil menemukan sepasang sandal hitamnya, tak lama kemudian Ibu pun tersenyum lega sambil membawa sepasang sandal coklatnya. Nah, giliran saya nih... Duh, kenapa dari tadi saya belum melihat sepasang sandal pinjaman saya itu. Hmmmmmm tiba-tiba adik saya memanggil dan mengayunkan sandal saya yang cuman sebelah. Upssssssss, untung ketangkap, kalo nggak, pasti ada korban hehehe, lama juga mencari yang sebelah, akhirnya, giliran Ibu yang menenteng sandal saya. Huhhhhhhh, kami segera bergegas menuju mobil sambil terus ngedumel. Yuk, cabut!
Setelah Temanggung, kemudian Wonosobo. Hmmmmmmm ini kampung halaman suami saya, tapi karena di rumahnya sepi, kami memutuskan nggak mampir. Baru beberapa menit memasuki kota Wonosobo, Ibu kembali mengungkapkan keinginannya hehehe,
”Mampir nang mie ongklok yo..., aku wis suwe pengen..” yang artinya
”Mampir ke mie ongklok ya...,saya sudah lama kepengen..”
Kenyang! Itulah kata yang tepat mewakili apa yang saya rasakan malam itu, tapi saya pun tetep nurut ketika suami menghentikan laju mobil di depan sebuah tempat makan (lagi). MIE ONGKLOK khas Wonosobo memang membuat Ibu penasaran, karena walau pun sudah berkali-kali melintas kota Wonosobo, Ibu sama sekali belum pernah merasakan mie yang biasanya disantap bersama sate sapi ini. Mie ongklok memang khas, karena tampilan dan rasanya berbeda dari mie yang ada di kota lain. Mie ongklok berkuah kental karena menggunakan tepung kanji, dan sangat pedas (pedas mrica.red). Warung yang kami singgahi sudah ramai pengunjung, karena menurut dugaan saya (ciehhh) hari itu adalah hari pertama warung itu buka setelah libur lebaran, sehingga ramai pengunjung penasaran seperti Ibu saya hehehe.
Oiya, ada rasa kecewa juga lho atas pelayanan di warung yang namanya Warung Mie Ongklok Hj *siapa ya* karena pelayan yang kurang cekatan membersihkan mangkok bekas makan, yang menyebabkan menumpuknya puluhan mangkok di meja.
Bayangkan, ketika tamu datang justru meja kotor yang menjadi pemandangan!
Tapi ya gimana lagi, namanya juga ramai, mungkin memang tenaga yang kurang, jadi kurang koordinasi (apa hubungannya ya?)
Setelah lama menunggu, tiga buah mangkok penuh mie ongklok dan tiga botol teh segera kami nikmati (saya berdua dengan adik makan satu mangkok.red) tak lupa tiga porsi sate sapi yang lezat dan nyammmmiii menemani.
Duhhhhhhhh, asli enyakkkk banget tuh satenya!
Setelah puas dengan mie ongklok, kami melanjutkan perjalanan menuju kota selanjutnya yaitu Banjarnegara.
Hmmmmmmmm enaknya tidur gak ya? Saya kembali memejamkan mata hihihi enak bobo ahhhhhhhhhhhh...
Jarak antara kota Wonosobo – Banjarnegara tidak begitu jauh. Sekitar satu jam kami kemudian, kami sudah masuk ke arah kota dan setelah berembug, kami memutuskan untuk istirahat sebentar di sebuah pompa bensin yang sedang naek daun. Pompa bensin HIU, begitu namanya, karena di lokasi pom, terdapat sebuah kolam yang berisi 5 ekor ikan hiu kecil berukuran 50 – 60 cm. Dan asyiknya lagi, pengunjung juga dapat menikmati kenyamanan sebuah kafe bernama TIESTO. Harga dan menu yang ditawarkan sangat beragam dan tergolong murah untuk ukuran kafe sebagus itu.
Penasaran??? Dateng aja ke Banjarnegara yak?!!!
Eh-eh, kami di situ juga makan lagi lho! Kali ini, giliran saya yang kecewa, karena cumi goreng tepung kesukaan saya sudah habis! Akhirnya, sepiring kentang goreng dan secangkir kopi Robusta pun jadi pilihan saya menikmati suasana malam itu (capekkkk aslinya hehehehe)
Akhirnya, adik saya berhasil menemukan sepasang sandal hitamnya, tak lama kemudian Ibu pun tersenyum lega sambil membawa sepasang sandal coklatnya. Nah, giliran saya nih... Duh, kenapa dari tadi saya belum melihat sepasang sandal pinjaman saya itu. Hmmmmmm tiba-tiba adik saya memanggil dan mengayunkan sandal saya yang cuman sebelah. Upssssssss, untung ketangkap, kalo nggak, pasti ada korban hehehe, lama juga mencari yang sebelah, akhirnya, giliran Ibu yang menenteng sandal saya. Huhhhhhhh, kami segera bergegas menuju mobil sambil terus ngedumel. Yuk, cabut!
Setelah Temanggung, kemudian Wonosobo. Hmmmmmmm ini kampung halaman suami saya, tapi karena di rumahnya sepi, kami memutuskan nggak mampir. Baru beberapa menit memasuki kota Wonosobo, Ibu kembali mengungkapkan keinginannya hehehe,
”Mampir nang mie ongklok yo..., aku wis suwe pengen..” yang artinya
”Mampir ke mie ongklok ya...,saya sudah lama kepengen..”
Kenyang! Itulah kata yang tepat mewakili apa yang saya rasakan malam itu, tapi saya pun tetep nurut ketika suami menghentikan laju mobil di depan sebuah tempat makan (lagi). MIE ONGKLOK khas Wonosobo memang membuat Ibu penasaran, karena walau pun sudah berkali-kali melintas kota Wonosobo, Ibu sama sekali belum pernah merasakan mie yang biasanya disantap bersama sate sapi ini. Mie ongklok memang khas, karena tampilan dan rasanya berbeda dari mie yang ada di kota lain. Mie ongklok berkuah kental karena menggunakan tepung kanji, dan sangat pedas (pedas mrica.red). Warung yang kami singgahi sudah ramai pengunjung, karena menurut dugaan saya (ciehhh) hari itu adalah hari pertama warung itu buka setelah libur lebaran, sehingga ramai pengunjung penasaran seperti Ibu saya hehehe.
Oiya, ada rasa kecewa juga lho atas pelayanan di warung yang namanya Warung Mie Ongklok Hj *siapa ya* karena pelayan yang kurang cekatan membersihkan mangkok bekas makan, yang menyebabkan menumpuknya puluhan mangkok di meja.
Bayangkan, ketika tamu datang justru meja kotor yang menjadi pemandangan!
Tapi ya gimana lagi, namanya juga ramai, mungkin memang tenaga yang kurang, jadi kurang koordinasi (apa hubungannya ya?)
Setelah lama menunggu, tiga buah mangkok penuh mie ongklok dan tiga botol teh segera kami nikmati (saya berdua dengan adik makan satu mangkok.red) tak lupa tiga porsi sate sapi yang lezat dan nyammmmiii menemani.
Duhhhhhhhh, asli enyakkkk banget tuh satenya!
Setelah puas dengan mie ongklok, kami melanjutkan perjalanan menuju kota selanjutnya yaitu Banjarnegara.
Hmmmmmmmm enaknya tidur gak ya? Saya kembali memejamkan mata hihihi enak bobo ahhhhhhhhhhhh...
Jarak antara kota Wonosobo – Banjarnegara tidak begitu jauh. Sekitar satu jam kami kemudian, kami sudah masuk ke arah kota dan setelah berembug, kami memutuskan untuk istirahat sebentar di sebuah pompa bensin yang sedang naek daun. Pompa bensin HIU, begitu namanya, karena di lokasi pom, terdapat sebuah kolam yang berisi 5 ekor ikan hiu kecil berukuran 50 – 60 cm. Dan asyiknya lagi, pengunjung juga dapat menikmati kenyamanan sebuah kafe bernama TIESTO. Harga dan menu yang ditawarkan sangat beragam dan tergolong murah untuk ukuran kafe sebagus itu.
Penasaran??? Dateng aja ke Banjarnegara yak?!!!
Eh-eh, kami di situ juga makan lagi lho! Kali ini, giliran saya yang kecewa, karena cumi goreng tepung kesukaan saya sudah habis! Akhirnya, sepiring kentang goreng dan secangkir kopi Robusta pun jadi pilihan saya menikmati suasana malam itu (capekkkk aslinya hehehehe)
Ya sudah, kami pun kembali melanjutkan perjalanan menuju Purbalingga.
Tamat aja deh..
No comments:
Post a Comment