Wednesday, August 30, 2006

Kampung di Surabaya *

KIP dahulu, KIP sekarang

Selama ini, pemerintah Kota Surabaya memang telah memiliki program khusus yang bertujuan untuk memperbaiki kualitas permukiman di beberapa lokasi. Program ini adalah KIP (Kampung Improvement Program) yang diperkenalkan pertama kali pada tahun 1923 yang pada awalnya bertujuan untuk mengatasi permasalahan sanitasi permukiman penduduk yang kala itu banyak dihuni oleh orang-orang Eropa. KIP ini diperkenalkan kembali pada tahun 1960an di Jakarta dan Surabaya dengan tujuan untuk memperluas sasaran pembangunan wilayah perkotaan kepada penduduk yang berpenghasilan rendah. Pendekatan ini pada dasarnya terdiri atas ketetapan yang bertujuan untuk melengkapi proses penyediaan perumahan masyarakat secara swadaya yang terdiri atas 5 tujuan penting yaitu: (1) untuk mengenali kampung, yang sebagian besar permukiman penduduk di Indonesia adalah kampung, (2) untuk lebih memadukan antara kampung dengan model perumahan perkotaan dan sistem pelayanan masyarakatnya, (3) untuk menambah partisipasi masyarakat, (4) untuk mendorong mobilitas dan perekonomian penduduk kota dan (5) untuk memastikan perbaikan kualitas hidup penghuni kampung yang terus menerus.
Dan kota Surabaya bukanlah kota yang pertama kali mendapatkan kesempatan dalam pelaksanaan KIP, sebab selain Kota Surabaya, Kota Semarang juga merupakan kota yang pernah “disentuh” oleh pelaksanaan KIP. Tahun 1924 Kota Surabaya dan Kota Semarang menjadi dua kota pertama yang “disentuh” KIP yang kala itu difokuskan pada peningkatan sanitasi saja. Namun seiring dengan perkembangan kebutuhan perkotaan, maka model yang kemudian dikembangkan oleh salah seorang pakar arsitektur Institut Teknologi Surabaya Prof Johan Silas telah mampu memperluas orientasi KIP itu sendiri. KIP yang sekarang dikenal adalah KIP Komprehensif yang tampak lebih “matang” mengartikan sebuah proses panjang perbaikan kampung dengan tidak membangun fisik perkampungan saja tetapi membangun juga kualitas hidup penghuninya. KIP Komprehensif yang mengusung panji-panji pembangunan manusiawi ini memang harus didukung pula oleh Pemkot Surabaya yang dibuktikan dengan adanya proyek pembangunan prasarana kota terpadu (P3KT). Begitu pula kerjasama dengan pihak Dinas Permukiman Prasarana Wilayah (Kimpraswil) Kota Surabaya yang telah menghasilkan sejenis program pengembangan ide KIP yaitu Program Tri Bina. Bina lingkungan, bina usaha dan bina manusia atau Tri Bina adalah salah satu langkah membenahi lingkungan sekaligus manusi penghuninya.

KIP, Johan Silas dan The Aga Khan Award

Sosok Johan Silas memang tidak akan lepas dari kepiawaannya dalam mengembangkan model KIP Komprehensif di Kota Surabaya. Bagaimana tidak, dengan KIP ini selama kurun waktu 1976 hingga 1990 sebanyak 2.827 hektar lahan dengan penduduk 1.154.000 orang yang telah mampu diperbaiki menggunakan dana sebesar Rp 23.910.000 atau Rp 8.500 per hektar. Selain itu, KIP juga telah memperbaiki kondisi ruas jalan sepanjang 132 km untuk kendaraan dan ruas jalan 306 km untuk orang serta menyediakan 1.612 kran umum. Hal ini menarik beberapa pejabat dari India untuk mempelajari KIP dengan mengunjungi Kota Surabaya selama beberapa hari. Menurut Johan Silas yang juga merupakan salah satu pengajar di Fakultas Teknik Arsitektur ITS ini KIP sendiri bertujuan untuk menciptakan hunian nyaman untuk wong cilik yang tidak hanya mementingkan kondisi fisik tetapi juga manusia yang menghuninya. Berkat keberhasilan KIP ini, Johan Silas menerima penghargaan dari Pemerintah India, The Aga Khan Award pada tahun 1989. Penghargaan tersebut memang merupakan salah satu bukti bahwa KIP memang sangat strategis dilaksanakan di negara-negara sedang berkembang yang memang memiliki permasalahan dengan tata kota. Dengan penghargaan tersebut, Johan telah membuktikan bahwa Indonesia dapat berprestasi di level internasional, karena KIP telah diakui oleh dunia.
KIP yang dikembangkan oleh Johan Silas ini memang memprioritaskan pembangunan permukiman untuk orang-orang yang berpendapatan rendah yang memang sudah banyak di contoh oleh negara-negara berkembang lain seperti India.
Dengan KIP, Indonesia tentu dapat lebih dihargai sebagai sebuah bangsa!




* Penulis pernah melakukan penelitian mengenai permukiman kumuh di Kota Surabaya, tahun 2004-2005


Sumber bacaan:

v Beberapa halaman catatan lapangan pribadi
v Buku “Kampung Surabaya Menuju Metropolitan”
v Buku “Pengalaman dan Pokok Pikiran Johan Silas”

No comments: